KETAHANAN NASIONAL BELA NEGARA
KETAHANAN NASIONAL BELA NEGARA
Oleh : M MAULANA GINANDRA S // 2TB05
//23318919
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era reformasi dan globalisasi sekarang
ini begitu tampak bagaimana pola hidup warga negara Indonesia yang cukup dapat
mengimbangi sebuah kemajuan zaman walaupun masih dikatakan dini untuk hal itu.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat seolah-olah merupakan
sumber kemakmuran dan kepuasan, baik batin dan lahiriah bagi insan manusia yang
disisi lain juga sebagai warga negara. Namun dibalik ada hal yang masih menjadi
tanda tanya besar yaitu mengenai rasa nasionalisme atau kecintaan terhadap
tanah air dari setiap warga negara Indonesia terhadap pengaruh kebudayaan
asing. Contoh pengaruh iptek. Begitu tergantungnya negara ini terhadap kebutuhan
teknologi dari bangsa asing yang seolah-olah menjerat bangsa ini untuk tunduk
terhadap aturan-aturan asing daripada harus menegakkan ideologi bangsa ini
yaitu Pancasila.
Bela negara merupakan landasan sikap yang harus
ditumbuh kembangkan pada setiap warga negara Indonesia guna menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Salah bila kita menafsirkan bahwa bela negara
hanya berhubungan dengan masalah angkat senjata melawan militer negara luar.
Perlu adanya eksplorasi pemikiran agar hakikat bela negara ini tidak disalah
artikan. Dalam hal ini warga negara Indonesia dituntut untuk lebih kreatif
menerapkan arti bela negara ini dalam kehidupannya tanpa menghilangkan hakekat
bela negara itu sendiri. Kesadaran bela negara harus diyakini sebagai sebuah
kebutuhan dan keharusan bagi warga negara Indonesia khususnya para pemuda yang diharapkan
sebagai generasi penerus bangsa untuk ikut bertanggung jawab mengemban amanat
penting ini. Bila pemuda sudah tidak memiliki kesadaran mengenai bela negara, maka
ini merupakan bahaya besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, yang
mengakibatkan bangsa ini akan jatuh ke-2 dalam kondisi yang sangat parah bahkan
jauh terpuruk dari bangsa-bangsa yang lain yang telah mempersiapkan diri dari
gangguan bangsa lain.
Kondisi bangsa kita sekarang merupakan
salah satu indikator bahwa sebagian pemuda di negeri ini telah mengalami
penurunan kesadaran akan pentingnya bela Negara. Contoh di perkotaan, karena
daerah yang sangat cepat dengan pengaruh perkembangan informasi walaupun desa
juga tidak bisa dilepaskan dari konteks ini, hal ini bisa kita lihat semakin
minimnya pemuda di perkotaan yang menghormati nilai-nilai budaya bangsa sendiri
dan lebih bangga dengan budaya atau simbol-simbol bangsa lain. Semakin
banyaknya pemuda yang melakukan perilaku menyimpang dengan menggunakan narkoba,
freesex. Kondisi ini diperparah
dengan minimnya kesadaran sosial dan perhatian kepada sesama yang ditunjukkan
dengan semakin individualisnya pemuda itu sendiri di tengah-tengah masyarakat. Dari
sini seharusnya kita sudah bisa membuka mata dan mulai menyadari hal itu. Janganlah
segala ideologi bijak yang terkandung dalam Pancasila kita nodai dengan segala
sepak terjang yang jauh dari harapan bangsa kita tercinta ini. Inilah
sebenarnya harapan dari para pejuang kemerdekaan negeri Indonesia yang telah
rela berjuang mati-matian memerdekakan negara ini dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, ada
beberapa permasalahan atau pertanyaan yang akan dibahas dalam makalah ini. Di
antaranya adalah sebagai berikut :
1. Apa
hakikat bela negara?
2. Apa
dasar hukum bela negara?
3. Apa
fungsi dan tujuan bela negara?
4. Bagaimana
partisipasi bela negara?
5. Apa
hakikat ancaman?
6. Bagaimana
urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negara bagi Indonesia dalam
membangun komitmen kolektif bangsa?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka
dapat diambil beberapa tujuan disusunnya makalah ini, yaitu :
1. Memahami
hakikat konsep bela negara bagi setiap warga negara Indonesia.
2. Menerapkan
arti bela negara pada kehidupan sehari-hari.
3. Menumbuhkan
rasa nasionalisme.
4. Menjaga
ideologi bangsa dari pengaruh peradaban asing dengan konsep bela negara.
5. Upaya
menjaga persatuan dan kesatuan seluruh warga negara Indonesia.
D. Metodologi
Kami menggunakan beberapa metode untuk
pengolahan data mentah menjadi data baku dalam makalah ini. Metodologi yang
kami pakai di antaranya :
1. Telaah
dan studi pendidikan kewarganegaraan.
2. Kajian
dan diskusi umum.
3. Pencarian
data dari media cetak maupun elektronik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Bela Negara
Pertahanan
atau bela negara pada hakikatnya merupakan segala upaya pertahanan yang bersifat semesta, yang
penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran pada hak dan kewajiban seluruh
warga negara serta keyakinan akan kekuatan sendiri untuk mempertahankan
kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia.
Sistem
pertahanan negara yang bersifat semesta bercirikan kerakyatan, kesemestaan, dan
kewilayahan. Ciri kerakyatan mengandung makna bahwa orientasi pertahanan di
abdikan oleh dan untuk kepentingan seluruh rakyat. Cirri kesemestaan mengandung
makna bahwa seluruh sumber daya nasional didayagunakan bagi upaya pertahanan.
Sedangkan ciri kewilayahan bahwa gelar kekuatan pertahanan dilaksanakan secara
menyebar diseluruh wilayah NKRI, sesuai dengan kondisi geografi sebagai negara
kepulauan.
UUD NRI Tahun 1945 Pasal 27
Ayat 3 mengamanatkan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara”. Namun, sebelum membahas lebih jauh mengenai bela
negara, sebaiknya kalian memahami terlebih dahulu pengertian bela negara.
Menurut penjelasan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang
Pertahanan Negara, upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara
yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Bukan hanya sebagai
kewajiban dasar manusia, tetapi juga merupakan kehormatan warga negara sebagai
wujud pengabdian dan kerelaan berkorban kepada bangsa dan negara.
Bela Negara yang dilakukan
oleh warga negara merupakan hak dan kewajiban membela serta mempertahankan
kemerdekaan dan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap
bangsa dari segala ancaman. Pembelaan yang diwujudkan dengan keikutsertaan
dalam upaya pertahanan negara merupakan tanggung jawab dan kehormatan setiap
warga negara. Oleh karena itu, warga negara mempunyai kewajiban untuk ikut
serta dalam pembelaan negara, kecuali ditentukan lain dengan undang - undang.
B. Dasar Hukum Bela Negara
Beberapa dasar hukum dan
peraturan tentang wajib bela negara.
a.
Tap MPR No.VI
Tahun 1973 tentang Konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
b.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
c.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara
RI, diubah oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1988.
d.
Tap MPR No.VI
Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
e.
Tap MPR
No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
f.
Amandemen
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 Pasal 30 Ayat (1) dan
(2) menyatakan “bahwa tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara yang dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh TNI dan kepolisian sebagai komponen utama dan
rakyat sebagai kekuatan pendukung”. Ada pula pada Pasal 27 Ayat (3): “Setiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaaan negara”.
g.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Ayat 1:
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang
diwujudkan dalam Penyelenggaraan Pertahanan Negara”; Ayat 2: “Keikutsertaan
warganegara dalam upaya bela negara dimaksud Ayat 1 diselenggarakan melalui
kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
1)
Pendidikan
Kewarganegaraan,
2)
Pelatihan
dasar kemiliteran,
3)
Pengabdian
sebagai prajurit TNI secara sukarela atau wajib, dan
4)
Pengabdian
sesuai dengan profesi.
C. Fungsi dan Tujuan Bela
Negara
Fungsi bela negara, diantaranya:
- Mempertahankan Negara dari berbagai ancaman;
- Menjaga keutuhan wilayah negara;
- Merupakan kewajiban setiap warga negara.
- Merupakan panggilan sejarah;
Tujuan bela negara, diantaranya:
- Mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara
- Melestarikan budaya
- Menjalankan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945
- Berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara.
- Menjaga identitas dan integritas bangsa/ negara
D. Partisipasi
dalam Bela Negara
1.
Lingkungan Keluarga
·
Menciptakan
suasana rukun, damai, dan harmonis dalam keluarga.
·
Membentuk
keluarga yang sadar hukum
·
Menjaga
kebersihan dan kesehatan keluarga Saling mengingatkan kepada sesama anggota
keluarga apabila ada yang akan berbuat kejahatan, misalnya : minum minuman keras di rumah dan lain sebagainya.
·
Memberikan
pengertian kepada anak supaya cinta kepada tanah air dan mencintai
produk-produk dalam negeri
2.
Lingkungan Sekolah
·
Mengembangkan
kepedulian sosial di sekolah, misalnya dengan keihklasan mengumplkan dana
sosial, infak, zakat, shodaqoh, untuk menolong warga sekolah yang membutuhkan.
·
Kesadaran untuk
menaati tata tertib sekolah
·
Menjaga nama
baik sekolah dengan tidak melaksanakan perbuatan yang berakibat negatif untuk
sekolah dan sebagainya
·
Belajar dengan
giat terutama pada materi Pendidikan Kewarganegaraan
·
Belajar dengan
giat supaya mendapatan prestasi baik
3.
Lingkungan Negara
·
Mematuhi
peraturan hukum yang berlaku
·
Mengamalkan
nilai-nila yang terkandung dalam Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara
·
Membayar pajak
tepat pada waktunya
·
Mendukung
program GDN, GNOTA, dan wajib belajar 9 tahun
·
Memperkokoh
semangat persatuan dan kesatuan bangsa
E. Hakikat Ancaman
Seiring
dengan globalisasi yang merembah berbagai aspek kehidupan, ancaman pertahanan
negara dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan
bangsa juga semakin berkembang menjadi multi-diminsional. Untuk menghadapi
ancaman tersebut tidak hanya bertumpu pada kemampuan pertahanan yang dimensi
militer tetapi juga melibatkan kememampuan pertahanan yang berdimensi
nirmiliter.
Berdasarkan
sifat ancaman, hakikat ancaman
digolongkan menjadi ancaman militer dan nirmiliter.
1. Ancaman
militer
Ancaman militer
adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata dan terorganisasi yang
dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah,
dan keselamatan segenap bangsa.
Beberapa macam ancaman dan
gangguan pertahanan dan keamanan negara.
a.
Dari luar
negeri
1)
Agresi
2)
Pelanggaran
wilayah oleh negara lain
3)
Spionase
(mata-mata)
4)
Sabotase
5)
Aksi terror
dari jaringan internasional
b.
Dari dalam
negeri
1)
Pemberontakan
bersenjata
2)
Konflik horizontal
3)
Aksi terror
4)
Sabotase
5)
Aksi
kekerasan yang berbau SARA
6)
Gerakan
separatis (upaya pemisahan diri untuk membuat Negara
7)
Pengrusakan
lingkungan
2. Ancaman
nirmiliter
Ancaman
nirmiliter pada hakikatnya ancaman yang menggunakan faktor-faktor nir militer
yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancama nirmiliter dapat
berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan informasi,
serta keselamatan umum.
a.
Ancaman berdimensi
ideologi
Bentuk-bentuk
baru dari ancaman ideologi yang bersumber dari dalam maupun dari luar negeri,
yakni metamorphosis dari penganut paham komunis yang telah melebur kedalam
elemen-elemen masyarakat, sewaku waktu dapat mengancam Indonesia. Usaha
pihak-pihak tertentu melalui penulisan buku-buku sejarah dengan tidak
mencantumkan peristiwa G30SPKI dengan dewan revolusi atau gerakan radikalisme
yang brutal dan anarkis, memberikan indikasi bawa anacaman ideologi masih potensial.
b.
Ancaman bedimensi politik
Ancaman
berdimensi politik dapat bersumber dari luar negeri maupun dalam negeri. Dari
luar negeri, ancaman berdimensi politk dilakukan oleh suatu negara dengan
melakukan tekanan politik terhadap Indonesia. Intimidasi, provokasi, atau blokade
politik adalah bentuk ancaman yang sering kali digunakan oleh pihak lain untuk
menekan negara lain. Dari dalam negeri, pertumbuhan instrumen politik mencerminkan
kadar pertumbuhan demokrasi suatu negara. Ancaman yang berdimensi politik yang
bersumber dari dalam negeri dapat berupa penggunaan kekuatan berupa mobilisasi
masa untuk menumbangkan suatu pemerintahan yang berkuasa, atau menggalang
kekuatan politik untuk melemahkan kekuasaan pemerinah, ancaman separatisme
merupakan bentuk ancaman politik yang timbul di dalam negeri.
c.
Ancaman berdimensi
ekonomi
Ancaman
berdimensi ekonomi berpotensi menghancurkan pertahanan sebuah negara. Pada
dasarnya ancaman berdimensi ekonomi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
internal dan eksternal. Internal dapat berupa inflasi dan pengangguran yang
tinggi, infrastruktur yang tidak memadai, penetapan sistem ekonomi yang belum
jelas, ketimpangan distribusi pendapatan dan ekonomi biaya tinggi. Eksternal
dapat berupa indikator kinerja ekonomi yang baik, daya saing, ketidaksiapaan
menghadap era globalisasi, dan tingkat dependensi yang cukup tinggi terhadap
asing.
d.
Ancaman berdimensi sosial
budaya
Ancaman
berdimensi sosial budaya dibedakan atas ancaman dari dalam maupun luar. Ancaman
dari dalam didorong oleh isu-isu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan
ketidakadilan. Ancaman dari luar timbul bersamaan dengan dinamika yang terjadi
dalam format globalisai dengan penetrasi dan nilai-nilai budaya dari luar
negeri sulit dibendung yang mempengaruhi nilai-nilai di Indonesia.
e.
Ancaman berdimensi
teknologi dan informasi.
Seiring
dengan kemajuan IPTEK berkembang pula kejahatan yang memanfaatkan kemajuan
IPTEK tersebut, antara lain kejahan cyber dan kejahan perbankan. Kondisi lain
yang menjadi ancaman adalah lambatnya perkembangan kemajuan IPTEK di Indonesia
sehingga ketergantungan terknologi terhadap negara-negara maju semakin menjadi.
f.
Ancaman berdimensi
keselamatan umum
Ancaman
berdimensi keselamatan umum dapat merupakan bencana alam, seperti gempa bumi,
meletusnya gunung berapi, dan tsunami. Bencana alam yang dipicu oleh ulah
manusia, antara lain bencara banjir, tanah longsor, dan bencana lainnya.
F. Urgensi Dan Tantangan Ketahanan Nasional Dan
Bela Negara Bagi Indonesia
Dalam Membangun Komitmen Kolektif Kebangsaan
1. Pengertian Ketahanan Nasional
Menurut salah
seorang ahli ketahanan nasional Indonesia, GPHS. Suryomataraman, definisi
ketahanan nasional mungkin berbeda-beda karena penyusun definisi melihatnya
dari sudut yang berbeda pula. Menurutnya, ketahanan nasional memiliki lebih
dari satu wajah, dengan perkataan lain ketahanan nasional berwajah ganda, yakni
ketahanan nasional sebagai konsepsi, ketahanan nasional sebagai kondisi dan ketahanan
nasional sebagai strategi (Himpunan Lemhanas, 1980).
Berdasar pendapat
di atas, terdapat tiga pengertian ketahanan nasional atau disebut sebagai wajah
ketahanan nasional yakni:
1) Ketahanan
nasional sebagai konsepsi atau doktrin
2) Ketahanan
nasional sebagai kondisi
3) Ketahanan
nasional sebagai strategi, cara, atau pendekatan
Untuk dapat
memahami ketahanan nasional sebagai suatu konsepsi, pengertian pertama, perlu
diingat bahwa ketahanan nasional adalah suatu konsepsi khas bangsa Indonesia
yang digunakan untuk dapat menanggulangi segala bentuk dan macam ancaman yang
ada. Konsepsi ini dibuat dengan menggunakan ajaran “Asta Gatra”. Oleh karena
itu, konsepsi ini dapat dinamakan “Ketahanan nasional Indonesia berlandaskan
pada ajaran Asta Gatra”. Bahwa kehidupan nasional ini dipengaruhi oleh dua aspek
yakni aspek alamiah yang berjumlah tiga unsur (Tri Gatra) dan aspe ksosial yang
berjumlah lima unsur (Panca Gatra). Tri Gatra dan Panca Gatra digabung menjadi
Asta Gatra, yang berarti delapan aspek atau unsur.
Pada naskah GBHN
tahun 1998 dikemukakan definisi ketahanan nasional, sebagai berikut:
a) Untuk
tetap memungkinkan berjalannya pembangunan nasional yang selalu harus menuju ke
tujuan yang ingin dicapai dan agar dapat secara efektif dielakkan dari
hambatan, tantangan, ancaman dan gangguan yang timbul baik dari luar maupun
dari dalam maka pembangunan nasional diselenggarakan melalui pendekatan
Ketahanan Nasional yang mencerminkan keterpaduan antara segala aspek kehidupan
nasional bangsa secara utuh dan menyeluruh.
b) Ketahanan
nasional adalah kondisi dinamis yang merupakan integrasi dari kondisi tiap
aspek kehidupan bangsa dan negara. Pada hakikatnya ketahanan nasional adalah
kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidup
menuju kejayaan bangsa dan negara. Berhasilnya pembangunan nasional akan
meningkatkan ketahanan nasional. Selanjutnya Ketahanan Nasional yang tangguh
akan mendorong pembangunan nasional.
c) Ketahanan
nasional meliputi ketahanan ideologi, ketahanan politik, ketahanan ekonomi,
ketahanan sosial budaya, dan ketahanan pertahanan keamanan.
2. Bela Negara Sebagai Upaya Mewujudkan Ketahanan Nasional
Istilah bela
negara, dapat kita temukan dalam rumusan Pasal 27 Ayat 3UUD NRI 1945. Pasal 27
Ayat 3 menyatakan “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara”. Dalam buku Pemasyarakatan UUD NRI 1945 oleh MPR (2012) dijelaskan bahwa
Pasal 27Ayat 3 ini dimaksudkan untuk memperteguh konsep yang dianut bangsa dan
negara Indonesia di bidang pembelaan negara, yakni upaya bela Negara
bukan hanya monopoli TNI tetapi merupakan hak
sekaligus kewajiban setiap
warga negara. Oleh karena itu, tidak benar jika ada anggapan bela negara
berkaitan dengan militer atau militerisme, dan seolah-olah kewajiban dan
tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada Tentara Nasional
Indonesia.
Berdasarkan Pasal
27 Ayat 3 UUD NRI 1945 tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pembelaan negara
merupakan hak dan kewajiban setiap negara Indonesia. Hal ini berkonsekuensi
bahwa setiap warga negara berhak dan wajib untuk turut serta dalam menentukan
kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai
dengan UUD 1945 dan perundang-undangan yang berlaku termasuk pula aktivitas
bela negara.
Selain itu, setiap warga negara dapat turut serta dalam setiap usaha pembelaan
negara sesuai dengan kemampuan dan profesi masing - masing.
Dalam
Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara pasal 9 ayat 1
disebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara”. Dalam
bagian penjelasan Undang-undang No. 3 Tahun 2002 tersebut dinyatakan bahwa
upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa
dan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga
merupakan kehormatan
bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung
jawab, dan rela berkorban.
Jika bela negara
tidak hanya mencakup perang mempertahankan negara, maka konsep bela negara
memiliki cakupan yang luas. Bela negara dapat dibedakan secara fisik maupun
nonfisik. Secara fisik yaitu dengan cara "memanggul senjata"
menghadapi serangan atau agresi musuh. Bela negara secara fisik
dilakukan untuk menghadapi ancaman dari luar. Pengertian ini dapat disamakan
dengan bela negara dalam arti militer.
Sedangkan bela
negara secara nonfisik dapat didefinisikan sebagai "segala upaya untuk
mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia dengan cara meningkatkan
kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air
serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara, termasuk penanggulangan
ancaman.
Bela negara demikian
dapat dipersamakan dengan bela negara secara nonmiliter.
Bela negara perlu
kita pahami dalam arti luas yaitu secara fisik maupun nonfisik (militer ataupun
nonmiliter). Pemahaman demikian diperlukan, olehkarena dimensi ancaman terhadap
bangsa dan negara dewasa ini tidak hanya ancaman yang bersifat militer tetapi
juga ancaman yang sifatnya nonmiliter atau nirmiliter. Yang dimaksud ancaman
adalah ”setiap usaha dan kegiatan baik dari dalam maupun luar negeri yang
dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan
keselamatan segenap bangsa”. Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan
kekuatan bersenjata yang terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan yang
membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan
segenap bangsa. Ancaman nirmiliter pada hakikatnya adalah ancaman yang menggunakan
faktor-faktor nirmiliter, yang dinilai mempunyai kemampuanyang membahayakan kedaulatan negara keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa.
Ketahanan bangsa Indonesia
saat ini relative rapuh dimana Indeks Ketahanan Nasional yang terdiri dari 8
Gatra adalah “Kurang Tangguh” (skor > 1,80 s.d. 2.60 dalam Skor 1 s.d. 5) (www.lemhannas.go.id).
Demikian juga berbagai indeks internasional menunjukkan peringkat Indonesia
yang relative lemah, misalnya Fragile State Index yang masuk kategori “High
Warning” (rangking 117 dari 178/terburuk); Human Development Index (HDI)
(rangking HDI 110: dari 188/terendah); Gallup Well-being Index:73
dari 145/terendah); Rendahnya berbagai indeks ini disebabkan oleh beragam
faktor seperti faktor negara baru setelah dekolonisasi, adanya perang
mempertahankan kemerdekaan (1945-1949), konflik horizontal (DI/TII, SARA),
vertikal-horizontal (PKI), regional (Permesta, PRRI, Aceh, Papua). Selain itu
sistem politik parlementer yang menghasilkan seringnya pergantian pemerintahan dan
instabilitas politik.
Saat ini terdapat upaya untuk
memperkuat Gatra Hankam dengan program bela negara Kemhan yang telah
menghasilkan 1,58 juta kader bela negara yang tersebar di seluruh propinsi di
Indonesia (http://belanegara.kemhan.go.id). Walaupun demikian penguatan
Gatra Hankam ini belum dapat mendukung secara nyata ke 7 Gatra yang ada.
Hal ini disebabkan karena
banyaknya permasalahan sosial (KKN, Narkoba, Terorisme, Kemiskinan, Pencurian
Sumber Kekayaan Alam) yang membutuhkan strategi yang lebih komprehensif.
Sementara itu proses globalisasi dan revolusi informasi menghasilkan masyarakat
informasi Indonesia yang lebih kompleks. Pembahasan dalam makalah ini bertujuan
untuk membantu memperkuat Ketahanan Nasional Indonesia dengan: pertama,
mengidentifikasi ancaman- tantangan bangsa Indonesia; kedua, menjelaskan kondisi
baru masyarakat Indonesia yang mengalami revolusi informasi; dan ketiga,
membangun jejaring strategis dalam ruang nyata dan maya antara negara dan
masyarakat untuk memperkuat Ketahanan Nasional. Makalah ini menghasilkan Model
Penguatan Ketahanan Nasional dengan melakukan sinergi secara nyata dan maya
antara negara dengan masyarakat dalam tata kelola pemerintahan berbasiskan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT) atau “E-Co-Governance.”Konsep
dan teori dalam makalah ini didasarkan pada “kekuasaan” (Sosiologi Politik)
yang digunakan untuk menjelaskan hubungan bela negara pertahanan dan masyarakat
(Sosiologi Militer) serta peran TIK dalam transformasi masyarakat informasi
(Sosiologi Masyarakat Informasi).
3. Kerangka
Teoretik
Untuk membahas jejaring
strategis dapat digunakan teori Michael Mann tentang jejaring kekuasaan dan
teori Manuel Castells tentang masyarakat sebagai jejaring dalam era informasi.
Teori Mann (1986, 1993, 2012, 2013) menyatakan bahwa ciri masyarakat yang utama
adalah jejaring yang didasarkan ideologi, militer, ekonomi dan politik (IMEP).
Sementara itu Castells dalam bukunya tentang era informasi (1996,1997, 1998)
dan peran identitas dan masyarakat jejaring. Selain itu dia juga membahas
dinamika kekuasaan dalam era informasi dengan menganalisis Kekuasaan komunikasi
(2009). Dengan adanya Teknologi Informasi Komunikasi maka masyarakat menjadi
lebih berdaya dalam berkomunikasi dan berinteraksi, karena dapat lebih
ekstensif dan intensif. Dalam realitanya kedua teori tersebut saling melengkapi
dimana Mann lebih menekankan pada jejaring nyata (real network), sementara
Castells menekankan pada jejaring maya (virtual network). Kedua jejaring di
atas dapat membentuk jejaring strategis yang terdiri negara dan masyarakat baik
secara nyata maupun maya.
Dalam buku Castells (2009:
24): “Network society is a society whose social structure is made around
networks activated by microelectronic-based, digitally processed information
and communication technologies.” Selain itu dibahas juga (2009: 418-429)
bahwa networked power merupakan jejaring kelompok yang berkuasa yakni Programmers
dan Switchers dan menghadapi Mass-self Communication atau
pengguna media sosial. Jejaring ini dapat di konstruksi atau rekonstruksi oleh
mereka yang berkuasa atau Programmer, misalnya korporasi atau negara;
keempat, jejaring dapat dihubungkan dengan jejaring lain oleh mereka yang
berkuasa atau Switcher.
4. Ancaman dan
Jejaring Strategis
Berdasarkan teori Castells
tentang Pro grammer dan Switcher maka jejaring kekuasaan dalam masyarakat
Indonesia dalam berbagai dimensi (Asta Gatra) dapat dibangun oleh pemerintah
dan berkolaborasi dengan masyarakat (organisasi dan individu). Berikut ini akan
dibahas dua kasus yang terkait dengan Programmer dan Swicther dalam
jejaring maya yakni Bela Negara-Kemhan dan BNPT. Pada kasus Bela negara,
pemerintah (Kemhan) telah membangun jejaring nasional yang tersebar di seluruh
Indonesia. Namun jejaring ini masih merupakan jejaring nyata dan belum
terintegrasi dalam satu jejaring maya. Pembuatan jejaring maya atau Programmer
pada jejaring nyata Bela negara ini dapat menghasilkan sinergi antara
jejaring nyata dengan maya. Mereka ini sebagai pasukan cadangan dalam konflik
konvensional dapat berfungsi sekaligus sebagai cyber troops sebanyak 1,58
juta orang dalam jejaring maya. Selain itu jejaring bela negara dapat diperluas
oleh Kemhan yang berfungsi sebagai Switcher, misalnya diperbantukan di
jejaring maya atau Urun daya (crowdsourcing) untuk mengatasi ancaman non
militer seperti KKN (membantu KPK), mencegah terorisme-radikalisme (membantu
BNPT), dan narkoba (membantu BNN).
Pada kasus BNPT telah
terbangun jejaring maya dengan masyarakat (www.dutadamai.id; gatranews.com)
dalam lomba pembuatan video untuk tangkal radikalisme dengan tema “Kita boleh
beda” dimana dapat dijaring sekitar 640 video dari 32 propinsi yang diunggah di
Youtube. Setiap video tersebut ditonton oleh 20,000 penonton atau
totalnya telah mengundang 1,240,800 penonton. Dalam kasus ini terlihat bahwa
jejaring maya Pusat Media Damai BNPT-RI sebagai Programmer telah terkoneksi
dengan masyarakat luas dan akan menjadi lebih luas lagi jika berfungsi sebagai Switcher
yang terkoneksi dengan berbagai jejaring mahasiswa di universitas dan siswa
di SMA-SMP. Para mahasiswa dan siswa yang berjumlah sekitar 18 juta orang
dimana 64% memiliki smartphone dan 54% pengguna internet (Kemenkominfo
2015b: 20,16) dapat membantu aparat keamanan dalam melakukan cyber
patrol dan cyber war (Jejaring “Protagonis”) melawan radikalisme dan
kelompok radikal (“Jejaring Antagonis”). Selain itu, para mahasiswa dan siswa
dalam jejaring itu dapat pula berfungsi sebagai cyber police melawan Narkoba
dan membantu BNN. Demikian juga mereka dapat berfungsi sebagai cyber auditor
yang melakukan kontrol, misal untuk mencegah KKN dengan mengawasi e-budgeting
dan e-procurement.
Hal ini akan dapat terlaksana karena berbagai data mengenai pembangunan
Indonesiasudah digitalisasi sehingga dapat diaksesoleh publik.
5. Menggali
Sumber Historis, Sosiologis, Politik tentangKetahanan Nasional dan Bela Negara
Secara historis,
gagasan tentang ketahanan nasional bermula pada awal tahun 1960-an di kalangan
militer angkatan darat di SSKAD yang sekarang bernama SESKOAD (Sunardi, 1997).
Masa itu sedang meluasnya pengaruh komunisme yang berasal dari Uni Sovyet dan
Cina. Pengaruh komunisme menjalar sampai kawasan Indo Cina sehingga satu per
satu kawasan Indo Cina menjadi negara komunis seperti Laos, Vietnam, dan
Kamboja. Tahun1960-an terjadi gerakan komunis di Philipina, Malaysia,
Singapura, dan Thailand. Bahkan gerakan komunis Indonesia mengadakan
pemberontakan pada 30 September 1965 namun akhirnya dapat diatasi. Sejarah
keberhasilan bangsa Indonesia menangkal ancaman komunis tersebut menginspirasi
para petinggi negara (khususnya para petinggi militer) untuk merumuskan sebuah
konsep yang dapat menjawab, mengapa bangsa Indonesia tetap mampu bertahan menghadapi
serbuan ideologi komunis, padahal negara-negara lain banyak yang berguguran? Jawaban
yang dimunculkan adalah karena bangsa Indonesia memiliki ketahanan nasional
khususnya pada aspek ideologi. Belajar dari pengalaman tersebut, dimulailah
pemikiran tentang perlunya ketahanan sebagai sebuah bangsa.
Pengembangan atas
pemikiran awal di atas semakin kuat setelah berakhirnya gerakan Gerakan 30
September/PKI. Pada tahun 1968, pemikiran di lingkungan SSKAD tersebut
dilanjutkan oleh Lemhanas (Lembaga Pertahanan Nasional) dengan dimunculkan
istilah kekuatan bangsa. Pemikiran Lemhanas tahun 1968 ini selanjutnya
mendapatkan kemajuan konseptual berupa ditemukannya unsur-unsur dari tata kehidupan
nasional yang berupa ideologi, politik, ekonomi, sosial dan militer. Pada tahun
1969 lahirlah istilah Ketahanan Nasional yang intinya adalah keuletan dan daya
tahan suatu bangsa untuk menghadapi segala ancaman. Kesadaran akan spektrum
ancaman ini lalu diperluas pada tahun 1972 menjadi ancaman, tantangan,
hambatan, dan gangguan (ATHG). Akhirnya pada tahun 1972 dimunculkan konsepsi
ketahanan nasional yang telah diperbaharui. Pada tahun 1973 secara resmi konsep
ketahanan nasional dimasukkan ke dalam GBHN yakni Tap MPR No IV/MPR/1978.
6.
Esensi
dan Urgensi Bela Negara
Terdapat hubungan
antara ketahanan nasional dengan pembelaan negara atau bela negara. Bela negara
merupakan perwujudan warga negara dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan
ketahanan nasional bangsa Indonesia. Keikutsertaan warga negara dalam upaya menghadapi
atau menanggulagi ancaman, hakekat ketahanan nasional, dilakukan dalam wujud
upaya bela negara.
a) Bela Negara Secara Fisik
Menurut
Undang-Undang No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, keikutsertaan warga
negara dalam bela negara secara fisik dapat dilakukan dengan menjadi anggota
Tentara Nasional Indonesia dan Pelatihan Dasar Kemiliteran. Sekarang ini
pelatihan dasar kemiliteran diselenggarakan melalui program Rakyat Terlatih
(Ratih), meskipun konsep Rakyat Terlatih (Ratih) adalah amanat dari
Undang-undang No. 20 Tahun 1982. Rakyat Terlatih (Ratih) terdiri dari berbagai
unsur, seperti Resimen Mahasiswa (Menwa), Perlawanan Rakyat (Wanra), Pertahanan
Sipil (Hansip), Mitra Babinsa, dan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang
telah mengikuti Pendidikan Dasar Militer, dan lain-lain. Rakyat Terlatih mempunyai
empat fungsi yaitu Ketertiban Umum, Perlindungan Masyarakat, Keamanan Rakyat,
dan Perlawanan Rakyat. Tiga fungsi yang disebut pertama umumnya dilakukan pada
masa damai atau pada saat terjadinya bencana alam atau darurat sipil, di mana
unsur-unsur Rakyat Terlatih membantu pemerintah daerah dalam menangani keamanan dan ketertiban masyarakat. Sementara
fungsi Perlawanan Rakyat dilakukan dalam keadaan darurat perang di mana Rakyat
Terlatih merupakan unsure bantuan tempur.
Bila keadaan
ekonomi dan keuangan negara memungkinkan, maka dapat pula dipertimbangkan
kemungkinan untuk mengadakan Wajib Militer bagi warga negara yang memenuhi
syarat seperti yang dilakukan di banyak negara maju di Barat. Mereka yang telah
mengikuti pendidikan dasar militerakan dijadikan Cadangan Tentara Nasional
Indonesia selama waktu tertentu, dengan masa dinas misalnya sebulan dalam
setahun untuk mengikuti latihan atau kursus-kursus penyegaran. Dalam keadaan darurat
perang, mereka dapat dimobilisasi dalam waktu singkat untuk tugas-tugas tempur
maupun tugas-tugas teritorial.
b)
Bela
Negara Secara Nonfisik
Bela negara tidak
selalu harus berarti “memanggul senjata menghadapi musuh” atau bela negara yang
militerisitik.
Menurut Undang-Undang
No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara keikutsertaan warga negara dalam
bela negara secara nonfisik dapat diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan dan
pengabdian sesuai dengan profesi. Pendidikan kewarganegaraan diberikan dengan
maksud menanamkan semangat kebangsaan dan cinta tanah air. Pendidikan
kewarganegaraan dapat dilaksanakan melalui jalur formal (sekolah dan perguruan
tinggi) dan jalur nonformal (sosial kemasyarakatan).
Berdasar hal itu
maka keterlibatan warga negara dalam bela negara secara nonfisik dapat
dilakukan dengan berbagai bentuk, sepanjang masa, dan dalam segala situasi,
misalnya dengan cara:
1) Mengikuti
pendidikan kewarganegaraan baik melalui jalur formal dan nonformal.
2) Melaksanakan
kehidupan berdemokrasi dengan menghargai perbedaan pendapat dan tidak
memaksakan kehendak dalam memecahkan masalah bersama.
3) Pengabdian
yang tulus kepada lingkungan sekitar dengan menanam ,memelihara, dan
melestarikan.
4) Berkarya
nyata untuk kemanusiaan demi memajukan bangsa dan negara.
5) Berperan
aktif dalam ikut menanggulangi ancaman terutama ancaman nirmiliter, misal
menjadi sukarelawan bencana banjir.
6) Mengikuti
kegiatan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal
pengaruh-pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan
bangsa Indonesia.
7)
Membayar pajak dan
retribusi yang berfungsi sebagai sumber pembiayaan negara untuk melaksanakan
pembangunan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini,
maka dapat disimpulkan bahwa semangat bela negara warga negara RI mengalami
penurunan, walaupun persentasinya kurang signifikan. Hal ini disebabkan kondisi
dan situasi bangsa Indonesia yang masih sarat dengan berbagai permasalahan
disegala aspek kehidupan. Mulai dari pengaruh derasnya globalisasi dan berbagai
penjajahan gaya baru atau neoimperialisme.
Lain dari itu dapat disimpulkan pula bahwa
kesadaran bela Negara merupakan suatu kewajiban dari setiap warga Indonesia.
Hal ini merupakan sikap paten yang harus ada di dalam hati guna direalisasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, sumbangsih bela negara oleh warga
negara di berbagai bidang merupakan salah satu upaya untuk menjaga persatuan
dan kesatuan bangsa dari berbagai ancaman baik yang datang dari luar maupun
dari dalam bangsa ini.
Nasionalisme yang utuh oleh setiap elemen
masyarakat bisa menjadi senjata ampuh dan sekaligus menjadi subyek dalam
penerapan bela negara dibangsa Indonesia tercinta ini. Pemuda yang bersemangat
merupakan ujung tajam dari upaya tersebut karena semua proses itu hanya bisa
terjadi bila semua warga negara Indonesia ini bisa menjadi masyarakat madani
yang berwawasan luas dan yang selalu aktif dalam menjaga kesetabilan bangsa.
Pendidikan bela negara adalah awal mula
untuk membentuk kader-kader generasi bangsa yang terampil, kreatif, militan dan
punya semangat juang yang dilumuri nasionalisme tinggi sehingga ideologi bangsa
kita yaitu Pancasila bisa selalu menjadi way of life dalam melakoni kehidupan
ini terutama pada era saat ini dimana globalisasi begitu mencengkram negara ini
dari berbagai sisi kehidupan, entah sosial budaya, hankam, politik, ekonomi dan
lain sebagainya.
Pendidikan bela negara ini bisa dilakukan
lewat pendidikan dini bagi para pelajar sehingga kesadaran akan menjaga
ideologi Pancasila sudah terpatrikuat sejak itu dan tak mungkin bisa
pengaruh-pengaruh asing masuk dalam sendi kehidupan bangsa kita ini. Hal itulah
yang merupakan kondisi awal yang harus diwujudkan dalam pencapaian tujuan
nasional sehingga kecenderungan dan pengaruh terhadap segenap aspek kehidupan
nasional dapat diikuti memadukan secara sinergis antara rasio yang merupakan pengaruh
Barat dan rasa yang menimbulkan keinginan berbuat baik yang merupakan ciri
budaya Timur.
B. Saran
Di akhir penulisan makalah ini, penulis
berpesan agar pembaca menggunakan penalaran dan kesesuaiannya dengan konsep,
realita dan aplikasi bela negara dalam kehidupan berbangsa bernegara. Karena
kesadaran bela negara merupakan suatu kewajiban bagi seluruh elemen bangsa Indonesia
tanpa terkecuali. Oleh karena itu, mulai sekarang marilah kita bersama-sama
menumbuhkembangkan semangat nasionalisme sejak dini terutama kepada generasi
muda bangsa Indonesia tercinta ini dengan metode yang sederhana dan mudah
dimengeti dan dipahami kemudian dijabarkan dalam suatu aturan pelaksanaan untuk
dijadikan pedoman bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Lubis,
Yusnawan. 2014. Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan SMA/MA/SMK/MAK Kelas X. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Nurwardani, Paristiyanti, dkk. 2016. Pendidikan
Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi.
Riyanto,
Joko, dkk. 2016. Bela Negara dan Kebijakan
Pertahanan. Jakarta:Puskom Publik Kemhan.
Rowland. 2013. Kewarganegaraan.
Bandung: Lentera Dipantara.
Komentar
Posting Komentar